Tulisan Sebelumnya : JAKARTA ENDE VIA DENPASAR DAN LABUAN BAJO
Silahkan Klik Topik Lainnya :
Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik, Wisata Padang Sumatra Barat, Umroh Makkah Madinah, Wisata Singapore, Wisata Phuket Thailand, Wisata Karimunjawa, Wisata Malang Bromo, Wisata Ende Flores, Wisata Tidung Kepulauan Seribu, Wisata Pangandaran, Wisata Bandung, Wisata Malang Batu, Wisata Melaka Kuala Lumpur
Hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2014, pukul 16.30, setelah menyelesaikan
tugas-tugas pekerjaan pada hari itu, cuaca di kota Ende masih sangat cerah,
jadi masih ada waktu untuk berwisata menikmati keindahan kota Ende. Pak Syahrun
Nur Rodja dari PLN Area Flores Bagian Barat, berbaik hati mengantar saya
mengunjungi situs-situs bersejarah di kota Ende. Kamipun meluncur meninggalkan
kantor menyusuri kota Ende.
Silahkan Klik Topik Lainnya :
Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik, Wisata Padang Sumatra Barat, Umroh Makkah Madinah, Wisata Singapore, Wisata Phuket Thailand, Wisata Karimunjawa, Wisata Malang Bromo, Wisata Ende Flores, Wisata Tidung Kepulauan Seribu, Wisata Pangandaran, Wisata Bandung, Wisata Malang Batu, Wisata Melaka Kuala Lumpur
Dari segi sejarah pergerakan kemerdekaan
Indonesia Ende memiliki peran yang cukup penting, karena kota Ende adalah kota
tempat Bung Karno diasingkan pemerintah kolonial antara tahun 1934 sampai tahun
1938. Tentunya maksud belanda mengasingkan Bung Karno agar pergerakan
kemerdekaan Indonesia berhenti dan Bung Karno jauh dari para pengikutnya, namun
selama 4 tahun diasingkan di Ende, Bung Karno mengisinya dengan mengajak para
penduduk untuk berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Selama masa pengasingan di
Ende Bung Karno merenungkan tentang Negara Indonesia yang dicita-citakan dan
menyusun konsep dasar Negara Pancasila.
Suasana kota Ende |
Segera saja kami meluncur menuju jalan Perwira yang merupakan rumah
tempat kediaman Bung Karno selama pengasingan di kota Ende. Sayang sekali
karena hari sudah sore, lokasi rumah pengasingan Bung Karno tersebut sudah
ditutup untuk umum. Petugas penjaga rumah tersebut juga sudah pulang dan rumah,
termasuk pintu gerbangnya terkunci. Jadi kami hanya bisa melihat rumah
pengasingan tersebut dari luar. Menurut Pak Syahrun di dalam bangunan tersebut
disimpan barang-barang peninggalan Bung karno seperti lemari, kursi dan meja
yang dipakai beliau dahulu. Termasuk juga foto-foto Bung Karno, biola, tongkat
kayu dan beberapa naskah drama yang disusun beliau dan dimainkan pada saat
tersebut.
Rumah pengasingan Bung Karno |
Jadi selama masa pengasingan di Ende tersebut Bung Karno tetap teguh
berjuang untuk kemerdekaan Negara Indonesia. Tetap bergaul dan membina
masyarakat. Termasuk juga menanamkan jiwa patriotisme kepada generasi muda
dengan kegiatan-kegiatan belajar, serta kesenian seperti menulis dan
mementaskan drama perjuangan. Menurut sejarah, di sela-sela waktunya Bung Karno
merenungkan dan menyusun rencana tentang dasar Negara Indonesia nantinya saat
kemerdekaan sudah diraih.
Perenungan Bung karno tersebut dilakukan di lapangan di bawah pohon sukun
yang terletak dekat dermaga ende. Saat ini pohon sukun tempat bung Karno sering
merenungkan dasar Negara (yang nanti menjadi pancasila) telah lama mati. Namun
Pemda setempat menanam kembali pohon yang baru dan membentuknya hampir
menyerupai yang asli. Pada tempat
tersebut juga dibangun patung Bung Karno yang sedang duduk.
Jadi setelah mengunjungi situs rumah pengasingan
Bung Karno, kamipun menuju lokasi Taman Bung Karno tempat tumbuhnya pohon sukun
yang bersejarah tersebut. Lokasi taman tersebut sangat asri dan bersih serta
terawat. Karena sudah direnovasi oleh pemerintah. Sambil melihat pohon sukun
dan patung Bung Karno, kami membayangkan delapanpuluh tahun yang lalu saat Bung
Karno merenungkan dasar-dasar Negara dan berjuang demi kemerdekaan Indonesia di
bawah pohon sukun tersebut.
Patung Bung Karno dan Pohon Sukun bersejarah |
Puas
menikmati taman yang asri serta melihat-lihat patung Bung Karno dan pohon sukun
beersejarah tersebut, kami berjalan menuju dermaga Ende. Iya, untuk menuju
dermaga, cukup ditempuh dengan berjalan kaki. Karena jarak antara Taman Bung
Karno dengan lokasi dermaga hanya dipisahkan oleh jalan raya, hanya sekitar 200
meter. Jadi tidak sampai sepuluh menit berjalan kami sudah sampai di dermaga
Ende.
Dermaga Ende dengan latar belakang Gunung Meja |
Matahari sudah berada di ufuk Barat saat kami sampai di dermaga.
Menjelang pukul 18.00. Sebentar lagi matahari akan tenggelam, jadi saatnya
untuk melihat “sunset” atau tenggelamnya matahari di langit Barat. Banyak juga
masyarakat kota Ende yang berada di dermaga menikmati pemandangan yang indah.
Beberapa terlihat sedang memancing ikat. Kelihatannya mudah sekali mendapat
ikan disini, sebentar-sebentar menarik kailnya, dan seekor ikan telah
terpancing. Ada yang bersepeda atau berjalan-jalan. Mungkin juga diantara
pengunjung tersebut ada beberapa “turis” seperti saya.
Sunset di pelabuhan Ende |
Akhirnya sedikit demi sedikit mataharipun tenggelam di ufuk Barat.
Sungguh pemandangan yang sangat indah, langit di Barat merah dengan matahari
yang kekuning-kuningan. Matahari sedikit demi sedikit turun dan tenggelam di
laut. Lebih-lebih jauh disana terlihat pulau Ende. Suasana pantai mulai gelap,
namun penerangan disana cukup dengan mulai menyalanya lampu merkuri menghiasi
dermaga dan jalan raya.
Acara terakhir kami hari itu adalah berjalan dan singgah di sebuah restoran
atau “cafĂ©” yang memang banyak terdapat di pinggir pantai Ende. Kami memilih
duduk di halaman, dipinggir pantai, sehingga dapat menonton deburan ombak yang
bergemuruh, yang saling berkejar-kejaran dan memecah di pantai. Kopi hangat,
pisang goreng dan beberapa kue kecil, cukup untuk mengisi perut kami sebelum
kembali ke penginapan.
Pulau Ende jauh di tengah |
-------------------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.