wisata hobby dan lingkungan hidup

Jumat, 28 Maret 2014

JEMBATAN CINTA PART-1 : DARI ANGKE KE TIDUNG

Tulisan terkait : Pulau Tidung Besar dan Tidung Kecil


Silahkan Klik Topik Lainnya :

Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik,  Wisata Padang Sumatra Barat,  Umroh Makkah Madinah,  Wisata Singapore,  Wisata Phuket Thailand,  Wisata Karimunjawa,  Wisata Malang Bromo,  Wisata Ende Flores,  Wisata Tidung Kepulauan Seribu,  Wisata Pangandaran,  Wisata BandungWisata Malang Batu,  Wisata Melaka Kuala Lumpur

Di pulau Tidung kepulauan Seribu, ada objek wisata yang disebut Jembatan Cinta. Padahal jaraknya dari Jakarta tidak jauh, malah sebenarnya kepulauan seribu masih wilayah Jakarta. Yaitu kabupaten administrative kepulauan seribu yang beribu kota di pulau Pramuka. Tapi objek wisata pulau tidung dengan jembatan cinta tersebut, mungkin baru dua atau tiga tahun ini naik daun. Salah satu mitosnya adalah jika anda dan pasangan berjalan bergandeng tangan di jembatan tersebut, maka hubungan anda dan pasangan akan awet. Jadi memang objek wisata itu cocok untuk dikunjungi oleh pasangan yang berbulan madu.
Untuk saya dan istri, mungkin karena dulu setelah menikah tidak sempat berwisata dan berbulan madu. Tahun-tahun terakhir inilah kami berjalan-jalannya. Kalau anak-anak sekarang sekarang biasanya membuat foto pre-wedding dan dipamerkan pada resepsi pernikahan. Maka kami sekarang sering membuat foto-foto berdua di tempat wisata. Biasanya minta tolong pada pengunjung wisata lain untuk mengambil foto dengan kamera kami. Adanya objek wisata jembatan cinta, pasti merupakan tempat yang menarik. Kan kami bisa berjalan bergandeng tangan sepanjang jembatan tersebut.
Jadi pada tanggal 11 Maret 2014 kami pun memulai perjalanan untuk menuju jembatan cinta. Perjalanan dimulai dari apartemen kalibata pukul 05.15 dengan naik taksi ke pelabuhan muara angke. Yang merupakan pelabuhan baru, letaknya di sebelah timur pasar ikan muara angke, dengan jarak sekitar 1 km dari pasar ikan. Namun untuk kesana harus lewat di depan pasar ikan. Hal yang cukup mengganggu saat lewat pasar ikan dan sebelum sampai pelabuhan kali adem adalah bau yang menusuk hidung berasal dari pasar dan penjemuran ikan yang tumpah ruah. Sanitasi terlihat sangat buruk, air tergenang di jalan yang sempit dan becek, sampah bertebaran dimana-mana.
Masuk di pelabuhan bau yang menyengat jauh berkurang. Sampai di Pelabuhan masih jam 06.15. Kami Tanya kepada petugas yang ada tentang jadual kapal ke pulau tidung. Ternyata hanya ada satu kapal yang akan ke pulau tidung, yaitu kapal kerapu. Jadual pemberangkatan adalah pukul 08.00. Kapasitasnya atau karcis yang dijual hanya 16 buah. Loket karcis baru dibuka pada jam 07.00 jadi kami harus antri. Cara antrinya cukup unik, yaitu ransel di jejerkan di lantai sebagai tanda antri. Jadi kami berduapun menjejerkan ransel. Kami lihat sudah ada 8 buah ransel, jadi kami mendapat nomor urut 9 dan 10. Sedangkan harga karcisnya sangat bersahabat, yaitu Rp 50.000,-  ditambah Rp 2.000,- untuk asuransi perjalanan.
Selain kapal motor kerapu ada kapal lain yang juga akan berangkat ke kepulauan seribu, antara lain kapal motor lumba-lumba yang ukurannya jauh lebih besar. Perkiraan saya kapasitasnya bisa sampai 80 atau 100 penumpang.
Setelah kami menempatkan ransel sebagai tanda antrian, kami menunggu pada di kursi yang cukup tersedia. Kelihatannya pelabuhannya baru dibangun karena bangunan-bangunan masih baru. Namun yang sangat mengganggu bagi kami adalah asap rokok. Di tempat ini kayaknya merupakan surga bagi para perokok.
Banyak penumpang yang sedang menunggu pada merokok sehingga udara pagi yang seharusnya segar menjadi sesak. Sungguh sayang dan sangat menyesakkan bagi orang-orang yang sangat terpaksa menjadi perokok pasif, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai pukul 07.00 loket untuk penjualan karcis belum dibuka, kelihatannya masih menunggu petugas yang khusus bertugas menjual tiket. Antrian ransel sudah penuh. Beberapa orang dan rombongan masih berdatangan , namun terpaksa kecewa karena karcis yang dijual ke pulau tidung hanya 16 buah. Ada satu rombongan dengan jumlah sekitar 6 orang yang tidak kebagian karcis ke Tidung dan siap-siap keluar pelabuhan, namun kemudian kembali lagi dan antri karcis kapal lumba-lumba yang kapasitasnya lebih besar. Mungkin mereka pertimbangkan daripada pulang dan acara wisata nya batal, lebih baik naik kapal dengan tujuan pulau lainnya. Seperti pulau Pramuka. Memang untuk kepulau tidung, tiketnya jadi untung-untungan. Kalau kami tiba  jam setengah tujuh mungkin kami juga tidak kebagian.
Pukul tujuh lewat duapuluh petugas memanggil kami untuk antri membeli tiket. Harga tiketnya sangat murah yaitu Rp 50.000,- ditambah asuransi sebesar Rp 2.000,-   jadi hanya dengan biaya Rp 104.000,- kami berdua sudah bisa berlayar naik kapal cepat (speed boat) dari Muara Angke ke Pulau Tidung, masih lebih murah dari ongkos taksi kalibata ke Muara Angke yang sebesar Rp 110.000,- plus tol Rp 8.000,-  
Pelabuhan Kali Adem Muara Angke
Pelabuhan
Menurut informasi, KM Kerapu, yaitu kapal cepat yang akan membawa kami ke pulau tidung tersebut sama kualitas dan jenisnya dengan kapal cepat yang berangkat dari marina ancol yang juga memiliki rute yang sama, yaitu ke pulau tidung. Namun bedanya harga tiket kapal cepat yang berangkat dari marina jauh lebih mahal, yaitu Rp 170.000,- per penumpang. Rupanya kapal ini disediakan oleh Pemda DKI dengan harga subsidi untuk pelayaran ke daerah-daerah di pulau Seribu. Jadi yang bisa naik kapal Kerapu (atau Lumba-lumba untuk ke rute lain) cukup untung.  Tapi konsekwensinya ya gitu, harus antri dua jam sebelum keberangkatan kapal, dan risiko kehabisan tiket cukup besar. Apalagi kalau pada masa-masa liburan, akan sulit untuk memperoleh tiketnya.
Alternatif angkutan lainnya ke pulau Tidung adalah dengan naik kapal kayu yang berangkat dari pelabuhan pasar ikan Muara Angke. Harga tiketnya sekitar Rp 45.000,- . Kapasitas angkutnya sekitar 80 orang. Cukup banyak. Namun perjalanannya lebih lambat, dimana untuk menuju Pulau Tidung memerlukan waktu antara 2,5 sampai 3 jam perjalanan.
Kapal kayu di dermaga Tidung
 Akhirnya pada jam 08.20 kamipun dipersilahkan naik ke kapal kerapu dan tepat pukul 08.35 perjalanan dengan kapal kerapu dimulai. Beruntung juga sebelum dipersilahkan naik seluruh penumpang diminta untuk mematikan rokok. Jadi sebenarnya di tempat umum tersebut dilarang merokok, hanya saja karena tidak ada tanda yang jelas, serta tidak ditegur petugas, maka orang-orang bebas-bebas aja menyemburkan nikotin dan meracuni orang-orang lain.
 Cuaca pagi ini berawan dan hujan gerimis, demikian juga ombak yang pada daerah pelabuhan tidak terasa, begitu keluar dari area pelabuhan mulai bergelombang. Tapi namanya juga naik kapal cepat, pengemudi kapal terus melaju dengan cepat sehingga berguncang-guncang seperti naik roller coaster di taman hiburan. Cukup memacu adrenalin, lebih-lebih kayaknya banyak juga yang baru sekali ini ke pulau seribu, cukup menegangkan.
Tapi beberapa penumpang yang merupakan pegawai yang bertugas atau penghuni dari kepulauan seribu, tenang-tenang saja, beristirahat sambil tiduran. Mereka juga sudah tahu bahwa di kapal cepat dengan kapasitas kecil; seperti kerapu, pada deretan bangku di belakang goncangannya lebih kecil. Tidak seperti kami yang milih duduk di sebelah depan, jadilah terguncang-guncang, bahkan ada yang mabuk laut. Saking besarnya goncangan ombak. Mau ambil foto juga susah karena goyangan yang kuat tersebut
Selfi di tengah goncangan ombak

Pukul 09.00 kami tiba di pulau Untung Jawa, untuk menurunkan penumpang. Kapalpun merapat sebentar. Mungkin hanya sekitar 2-3 menit, menurunkan penumpang dan langsung melaju kembali melanjutkan perjalanan. Cuaca pun sudah membaik. Matahari bersinar dengan cerah. Sedang ombak tidak terlalu besar, mungkin karena angin dan hujan yang berkurang, serta banyak pulau-pulau di sekitar.
Hanya sekitar 20 menit kami berlayar dan pada pukul 09.21 sampailah di pulau Lancang. Kapalpun merapat kembali di dermaga dan menurunkan penumpang. Hanya satu penumpang yang turun, demikian juga yang naik juga hanya satu orang.  
Dermaga pulau Lancang
 Tujuan selanjutnya adalah pulau Payung yang juga ditempuh selama 20 menit, sehingga kami merapat di dermaga pada pukul 09.45.  Pulau tersebut  cukup indah, demikian juga dermaganya cukup baik. Satuhal yang menarik adalah lampu penerangan di sepanjang pelabuhan  memanfaatkan listrik tenaga matahari.
Lampu energi surya di pulau Payung

Akhirnya tepat pada pukul 10 pagi kami merapat di pelabuhan pulau tidung.  Berarti perjalanan ke pulau tidung dengan kapal cepat memerlukan waktu selama 1 jam 25 menit. Sedangkan jarak antara Muara Angke ke Pulau Tidung sekitar 50 km. Padahal sebelum sampai ke Tidung kami singgah dulu ke pulau Untung Jawa, pulau Lancang dan pulau Payung. Kalau untuk menyinggahi satu pulau perlu waktu 10 menit, berarti kalau perjalanan langsung Muara Angke – Pulau Tidung dengan kapal cepat hanya memerlukan waktu selama 1 jam. Pantasan terasa cepatnya dan besarnya goncangan kapal digoyang ombak. 
Tiba di dermaga Tidung
Kami kan belum tahu di pulau tidung ini mau menginap dimana. Memang di internet ada banyak tawaran penginapan, tapi waktu saya mencoba menelepon kebetulan beberapa tidak aktif. Jadilah kami turis backpacker mencari penginapan setelah sampai disana. Di pelabuhan banyak angkutan becak motor yang menawarkan jasanya. Kamipun naik beca motor tersebut sambil tanya-tanya, Dijawab taripnya Rp 15.000,- . Ya sudah oke kan saja dan  naik becak karena tidak tahu taripnya sebenarnya berapa. Kami minta diantar ke sebuah penginapan yang namanya pernah kami baca di internet.  Tapi pas sampai disana orangnya tidak ada dan kelihatannya kurang menarik, jadi kami minta diantar ke tempat lain yang lebih baik. Eh oleh tukang becaknya kok diajak balik lagi arah pelabuhan.  Berarti di sebelah Barat Pulau Tidung. Padahal tadi menjelang Pulau Tidung kami kan melihat bahwa letak Jembatan Cinta yang merupakan objek utama disana adalah di sebelah Timur. Biasanya penginapan yang menjadi favorit kan di dekat jembatan cinta.
Ya sudah, kami bilang ke tukang becak untuk berbalik  arah ke timur menuju arah jembatan cinta. Yah jadinya lewat jalan yang tadi lagi. Rupanya pulau tidung tersebut tidak luas. Hanya sekitar 50 ha. Dengan panjang dari Barat ke Timur sekitar 3atau 4 km. Jalan-jalannya juga hanya selebar sekitar 1,5 m berupa paving block . Jadi hanya bisa dilewati becak, sepeda motor dan sepeda. Kalau dua beca berselisih jalan harus pelan-pelan karena lebar jalan (atau lebih tepat lebar gang) hanya pas-pasan untuk 2 becak.  Hotel atau losmen tidak ada di pulau tidung. Tapi penginapan yang awalnya merupakan rumah penduduk banyak disewakan. Bahkan pada saat ini banyak terlihat pembangunan rumah-rumah untuk disewakan.
Akhirnya kamipun mendapat penginapan yang cukup nyaman, berada tepat di tepi pantai dan jarak yang hanya sekitar 300 meter dari jembatan cinta. Kalau melihat kamar-kamar yang disewakan umumnya cukup luas dengan kasur-kasur besar dan dua buah, jadi sebenarnya bisa dipakai untuk menginap sampai 5 – 6 orang, bahkan lebih.  Harganya, beruntung saat itu sedang sepi pengunjung, jadi bisa ditawar sampai setengahnya. Dari tarip yang biasanya rp 500 sampai 600 ribu, kami bisa dapat tarip miring hanya rp 250 ribu semalam.
Memang itulah kuncinya cara berlibur dengan harga terjangkau. Kami sudah mencoba berkali-kali, berangkat bukan pada saat periode libur atau peak. Akhirnya dapat hotel murah.  Juga tiket pesawat murah, dan juga paket wisata dengan harga yang sangat bersahabat.
(bersambung)

1 komentar:

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.