Silahkan Klik Topik Lainnya :
Kegiatan Lingkungan dan Fakultas Teknik, Wisata Padang Sumatra Barat, Umroh Makkah Madinah, Wisata Singapore, Wisata Phuket Thailand, Wisata Karimunjawa, Wisata Malang Bromo, Wisata Ende Flores, Wisata Tidung Kepulauan Seribu, Wisata Pangandaran, Wisata Bandung, Wisata Malang Batu, Wisata Melaka Kuala Lumpur
Untuk
saya dan istri, mungkin karena dulu setelah menikah tidak sempat berwisata dan
berbulan madu. Tahun-tahun terakhir inilah kami berjalan-jalannya. Kalau
anak-anak sekarang sekarang biasanya membuat foto pre-wedding dan dipamerkan
pada resepsi pernikahan. Maka kami sekarang sering membuat foto-foto berdua di
tempat wisata. Biasanya minta tolong pada pengunjung wisata lain untuk
mengambil foto dengan kamera kami. Adanya objek wisata jembatan cinta, pasti
merupakan tempat yang menarik. Kan kami bisa berjalan bergandeng tangan
sepanjang jembatan tersebut.
Jadi
pada tanggal 11 Maret 2014 kami pun memulai perjalanan untuk menuju jembatan cinta.
Perjalanan dimulai dari apartemen kalibata pukul 05.15 dengan naik taksi ke
pelabuhan muara angke. Yang merupakan pelabuhan baru, letaknya di sebelah timur
pasar ikan muara angke, dengan jarak sekitar 1 km dari pasar ikan. Namun untuk
kesana harus lewat di depan pasar ikan. Hal yang cukup mengganggu saat lewat
pasar ikan dan sebelum sampai pelabuhan kali adem adalah bau yang menusuk
hidung berasal dari pasar dan penjemuran ikan yang tumpah ruah. Sanitasi
terlihat sangat buruk, air tergenang di jalan yang sempit dan becek, sampah
bertebaran dimana-mana.
Masuk
di pelabuhan bau yang menyengat jauh berkurang. Sampai di Pelabuhan masih jam 06.15.
Kami Tanya kepada petugas yang ada tentang jadual kapal ke pulau tidung.
Ternyata hanya ada satu kapal yang akan ke pulau tidung, yaitu kapal kerapu.
Jadual pemberangkatan adalah pukul 08.00. Kapasitasnya atau karcis yang dijual
hanya 16 buah. Loket karcis baru dibuka pada jam 07.00 jadi kami harus antri.
Cara antrinya cukup unik, yaitu ransel di jejerkan di lantai sebagai tanda antri.
Jadi kami berduapun menjejerkan ransel. Kami lihat sudah ada 8 buah ransel,
jadi kami mendapat nomor urut 9 dan 10. Sedangkan harga karcisnya sangat
bersahabat, yaitu Rp 50.000,- ditambah
Rp 2.000,- untuk asuransi perjalanan.
Selain
kapal motor kerapu ada kapal lain yang juga akan berangkat ke kepulauan seribu,
antara lain kapal motor lumba-lumba yang ukurannya jauh lebih besar. Perkiraan
saya kapasitasnya bisa sampai 80 atau 100 penumpang.
Setelah
kami menempatkan ransel sebagai tanda antrian, kami menunggu pada di kursi yang
cukup tersedia. Kelihatannya pelabuhannya baru dibangun karena
bangunan-bangunan masih baru. Namun yang sangat mengganggu bagi
kami adalah asap rokok. Di tempat ini kayaknya merupakan surga bagi para
perokok.
Banyak
penumpang yang sedang menunggu pada merokok sehingga udara pagi yang seharusnya segar menjadi sesak. Sungguh
sayang dan sangat menyesakkan bagi orang-orang yang sangat terpaksa menjadi perokok
pasif, namun tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai
pukul 07.00 loket untuk penjualan karcis belum dibuka, kelihatannya masih
menunggu petugas yang khusus bertugas menjual tiket. Antrian ransel sudah
penuh. Beberapa orang dan rombongan masih berdatangan , namun terpaksa kecewa
karena karcis yang dijual ke pulau tidung hanya 16 buah. Ada satu rombongan
dengan jumlah sekitar 6 orang yang tidak kebagian karcis ke Tidung dan
siap-siap keluar pelabuhan, namun kemudian kembali lagi dan antri karcis kapal
lumba-lumba yang kapasitasnya lebih besar. Mungkin mereka pertimbangkan daripada
pulang dan acara wisata nya batal, lebih baik naik kapal dengan tujuan pulau
lainnya. Seperti pulau Pramuka. Memang untuk kepulau tidung, tiketnya jadi
untung-untungan. Kalau kami tiba jam
setengah tujuh mungkin kami juga tidak kebagian.
Pukul
tujuh lewat duapuluh petugas memanggil kami untuk antri membeli tiket. Harga
tiketnya sangat murah yaitu Rp 50.000,- ditambah asuransi sebesar Rp
2.000,- jadi hanya dengan biaya Rp 104.000,- kami berdua
sudah bisa berlayar naik kapal cepat (speed boat) dari Muara Angke ke Pulau
Tidung, masih lebih murah dari ongkos taksi kalibata ke Muara Angke yang sebesar
Rp 110.000,- plus tol Rp 8.000,-
Pelabuhan Kali Adem Muara Angke |
Pelabuhan |
Menurut
informasi, KM Kerapu, yaitu kapal cepat yang akan membawa kami ke pulau tidung
tersebut sama kualitas dan jenisnya dengan kapal cepat yang berangkat dari
marina ancol yang juga memiliki rute yang sama, yaitu ke pulau tidung. Namun
bedanya harga tiket kapal cepat yang berangkat dari marina jauh lebih mahal,
yaitu Rp 170.000,- per penumpang. Rupanya kapal ini disediakan oleh Pemda DKI
dengan harga subsidi untuk pelayaran ke daerah-daerah di pulau Seribu. Jadi
yang bisa naik kapal Kerapu (atau Lumba-lumba untuk ke rute lain) cukup
untung. Tapi konsekwensinya ya gitu,
harus antri dua jam sebelum keberangkatan kapal, dan risiko kehabisan tiket
cukup besar. Apalagi kalau pada masa-masa liburan, akan sulit untuk memperoleh
tiketnya.
Alternatif angkutan lainnya ke pulau Tidung
adalah dengan naik kapal kayu yang berangkat dari pelabuhan pasar ikan Muara
Angke. Harga tiketnya sekitar Rp 45.000,- . Kapasitas angkutnya sekitar 80
orang. Cukup banyak. Namun perjalanannya lebih lambat, dimana untuk menuju
Pulau Tidung memerlukan waktu antara 2,5 sampai 3 jam perjalanan.Kapal kayu di dermaga Tidung |
Cuaca pagi ini berawan dan hujan gerimis,
demikian juga ombak yang pada daerah pelabuhan tidak terasa, begitu keluar dari
area pelabuhan mulai bergelombang. Tapi namanya juga naik kapal cepat, pengemudi
kapal terus melaju dengan cepat sehingga berguncang-guncang seperti naik roller
coaster di taman hiburan. Cukup memacu adrenalin, lebih-lebih kayaknya banyak
juga yang baru sekali ini ke pulau seribu, cukup menegangkan.
Tapi beberapa penumpang yang merupakan pegawai
yang bertugas atau penghuni dari kepulauan seribu, tenang-tenang saja,
beristirahat sambil tiduran. Mereka juga sudah tahu bahwa di kapal cepat dengan
kapasitas kecil; seperti kerapu, pada deretan bangku di belakang goncangannya
lebih kecil. Tidak seperti kami yang milih duduk di sebelah depan, jadilah
terguncang-guncang, bahkan ada yang mabuk laut. Saking besarnya goncangan ombak.
Mau ambil foto juga susah karena goyangan yang kuat tersebutSelfi di tengah goncangan ombak |
Pukul
09.00 kami tiba di pulau Untung Jawa, untuk menurunkan penumpang. Kapalpun
merapat sebentar. Mungkin hanya sekitar 2-3 menit, menurunkan penumpang dan
langsung melaju kembali melanjutkan perjalanan. Cuaca pun sudah membaik.
Matahari bersinar dengan cerah. Sedang ombak tidak terlalu besar, mungkin
karena angin dan hujan yang berkurang, serta banyak pulau-pulau di sekitar.
Hanya sekitar 20 menit kami berlayar dan pada
pukul 09.21 sampailah di pulau Lancang. Kapalpun merapat kembali di dermaga dan
menurunkan penumpang. Hanya satu penumpang yang turun, demikian juga yang naik
juga hanya satu orang. Dermaga pulau Lancang |
Lampu energi surya di pulau Payung |
Akhirnya
tepat pada pukul 10 pagi kami merapat di pelabuhan pulau tidung. Berarti perjalanan ke pulau tidung dengan
kapal cepat memerlukan waktu selama 1 jam 25 menit. Sedangkan jarak antara
Muara Angke ke Pulau Tidung sekitar 50 km. Padahal sebelum sampai ke Tidung
kami singgah dulu ke pulau Untung Jawa, pulau Lancang dan pulau Payung. Kalau
untuk menyinggahi satu pulau perlu waktu 10 menit, berarti kalau perjalanan
langsung Muara Angke – Pulau Tidung dengan kapal cepat hanya memerlukan waktu
selama 1 jam. Pantasan terasa cepatnya dan besarnya goncangan kapal digoyang
ombak.
Tiba di dermaga Tidung |
Kami
kan belum tahu di pulau tidung ini mau menginap dimana. Memang di internet ada
banyak tawaran penginapan, tapi waktu saya mencoba menelepon kebetulan beberapa
tidak aktif. Jadilah kami turis backpacker mencari penginapan setelah sampai
disana. Di pelabuhan banyak angkutan becak motor yang menawarkan jasanya. Kamipun
naik beca motor tersebut sambil tanya-tanya, Dijawab taripnya Rp 15.000,- . Ya
sudah oke kan saja dan naik becak karena
tidak tahu taripnya sebenarnya berapa. Kami minta diantar ke sebuah penginapan
yang namanya pernah kami baca di internet.
Tapi pas sampai disana orangnya tidak ada dan kelihatannya kurang menarik,
jadi kami minta diantar ke tempat lain yang lebih baik. Eh oleh tukang becaknya
kok diajak balik lagi arah pelabuhan. Berarti di sebelah Barat Pulau Tidung. Padahal
tadi menjelang Pulau Tidung kami kan melihat bahwa letak Jembatan Cinta yang
merupakan objek utama disana adalah di sebelah Timur. Biasanya penginapan yang menjadi
favorit kan di dekat jembatan cinta.
Ya
sudah, kami bilang ke tukang becak untuk berbalik arah ke timur menuju arah jembatan cinta. Yah
jadinya lewat jalan yang tadi lagi. Rupanya pulau tidung tersebut tidak luas.
Hanya sekitar 50 ha. Dengan panjang dari Barat ke Timur sekitar 3atau 4 km.
Jalan-jalannya juga hanya selebar sekitar 1,5 m berupa paving block . Jadi
hanya bisa dilewati becak, sepeda motor dan sepeda. Kalau dua beca berselisih
jalan harus pelan-pelan karena lebar jalan (atau lebih tepat lebar gang) hanya
pas-pasan untuk 2 becak. Hotel atau
losmen tidak ada di pulau tidung. Tapi penginapan yang awalnya merupakan rumah
penduduk banyak disewakan. Bahkan pada saat ini banyak terlihat pembangunan
rumah-rumah untuk disewakan.
Akhirnya
kamipun mendapat penginapan yang cukup nyaman, berada tepat di tepi pantai dan
jarak yang hanya sekitar 300 meter dari jembatan cinta. Kalau melihat
kamar-kamar yang disewakan umumnya cukup luas dengan kasur-kasur besar dan dua
buah, jadi sebenarnya bisa dipakai untuk menginap sampai 5 – 6 orang, bahkan
lebih. Harganya, beruntung saat itu
sedang sepi pengunjung, jadi bisa ditawar sampai setengahnya. Dari tarip yang
biasanya rp 500 sampai 600 ribu, kami bisa dapat tarip miring hanya rp 250 ribu
semalam.
Memang
itulah kuncinya cara berlibur dengan harga terjangkau. Kami sudah mencoba
berkali-kali, berangkat bukan pada saat periode libur atau peak. Akhirnya dapat
hotel murah. Juga tiket pesawat murah,
dan juga paket wisata dengan harga yang sangat bersahabat.
(bersambung)
Cieehhhh... Ada "selfie"-nya...
BalasHapus